Hilangkan Julid dengan Terapi Menulis Ekspresif
Assalamualaikum
Sahabat Lithaetr, mari masuki dunia lifestyle,
parenting, inspirasi, dan hiburan
(musik, film, buku, dan drama Korea).
Tulisan
ini lahir karena saya baru mendapatkan sharing ilmu luar biasa di
perkuliahan bunda cekatan (buncek). Sekaligus saya ingin mencoba
mengikuti tantangan di kelas literasi ibu profesional (KLIP).
Sahabat Lithaetr pasti sudah tidak asing dengan kata ‘Julid’. Kata ini mulai populer sejak tahun 2000-an dan kini kata tersebut sudah masuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia, lo. Sebenarnya apa sih, julid itu? Yuk, kita kenalan lewat tulisan ini.
Apa itu julid?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, julid
ini dimaknai sebagai iri dan dengki atas keberhasilan orang lain. Biasanya
dilakukan dengan menulis komentar, status, atau pendapat di media sosial yang
menyudutkan orang tertentu.
Diambil dari kumparan.com (4/8/2019), seorang
psikolog klinis dan hipnoterapis Alexandra Gabriella., M.Psi, Psi. C.Ht
berpendapat, julid dan nyinyir dilakukan atas dasar iri. Walaupun tidak selalu berhubungan
dengan dorongan kompetitif yang tinggi, biasanya ini hanya menyebarkan
kejelekan orang lain saja untuk merasa ‘menang’.
Ketika bisa membuat orang lain terlihat buruk, maka
orang yang suka julid merasa ‘lebih baik’ dari orang yang dinyinyirin. Namun benarkah
demikian? Alexandra menuturkan, orang yang suka julid biasanya cenderung
mencari tahu segala sesuatu tentang orang yang dijadikan gosip. Maka, tanpa
disadari kita selalu membandingkan kondisi dengan orang tersebut, sehingga kita
pun bisa terus merasa ‘kurang’.
Padahal perilaku julid ini memiliki dampak negatif,
lo. Tidak hanya bagi korban, tapi juga berdampak negatif kepada pelaku.
Dampak Julid
Seorang psikolog, Indah Sundari M.Psi menyampaikan bahwa
julid dan nyinyir mempunyai dampak negatif pada psikis. Mereka yang gemar
melakukan julid serta nyinyir akan sulit melihat sisi positif dan susah
mengembangkan diri ke arah yang lebih baik.
Indah menegaskan, parahnya, sikap julid dan nyinyir
ini bisa berkembang menjadi sikap benci berlebihan pada seseorang. Kalau begitu,
akan ada keinginan untuk berbuat jahat pada orang tersebut.
Wah, kok serem ya? Lalu bagaimana agar kita bisa menghilangkan
julid? Alhamdulillah, saya merasa menemukan jawabannya setelah mendengarkan sharing
ilmu dari Mbak Surayya Hayatussofiyah, seorang psikolog dan blogger, anggota
Ibu Profesional Samkabar.
Hilangkan Julid dengan Terapi Menulis Ekspresif, Emang Bisa?
Setelah saya menyimak pemaparan mbak Sofi, demikian sapaan
akrab beliau, lewat go live di facebook, saya seperti menemukan sebuah
jawaban untuk menghilangkan julid. Yang namanya julid ini termasuk salah satu
penyakit mental, agar memiliki mental yang sehat kita perlu melakukan sebuah
terapi.
Mbak Sofi menyampaikan di ilmu psikologi, menulis
sudah menjadi sebuah terapi yang sering digunakan untuk menyehatkan jiwa. Mengapa?
Sebab, menulis itu kegiatan yang sangat sederhana. Bisa dilakukan siapa saja
yang bisa baca tulis.
Menulis yang menyehatkan jiwa ini tidak perlu bakat
khusus, karena tulisannya berisi tentang pengalaman pribadi serta mencurahkan
segala emosi yang dirasakan. Bahkan saat menuliskannya pun kita tidak perlu
berpikir soal kaidah tata bahasa.
Blogger yang juga seorang psikolog ini menyampaikan,
yang paling sering digunakan dalam terapi psikologi adalah terapi menulis
ekspresif. Apakah itu? Yaitu sebuah Teknik menulis yang menuangkan pengalaman
emosional yang dialami atau mengekspresikan emosi melalui tulisan.
Terapi menulis ekspresif ini bisa tercipta karena
ada seorang profesor di bidang psikologi klinis pada tahun 1980-an, bernama James
W. Pennebaker, dari University of Texas, meneliti sebuah kejadian berdasarkan
pengalaman pribadinya.
Profesor James W. Pennebaker pernah mengalami trauma
saat SMA, tapi ia tidak bisa mengeluarkan emosinya sehingga perasaan negatif
itu terus terpendam hingga beliau kuliah di jurusan psikologi. Saat ia masih
menjadi mahasiswa, James W. Pennebaker, memiliki penyakit asma yang sangat
parah dan akan terus muncul ketika dirinya sedang mengalami sebuah masalah.
Dikarenakan hal tersebut, ia pun meneliti mengapa dirinya
seperti itu. Kemudian James W. Pennebaker mencoba mengeluarkan perasaan tidak
enak atau tidak nyamannya melalui sebuah tulisan. Setelah ia rutin melakukan
hal tersebut, ternyata penyakit asmanya pelan-pelan membaik.
Akhirnya James W. Pennebaker menyadari kalau dengan
mencurahkan perasaan melalui tulisan bisa membuat jiwa sehat dan akhirnya
membuat tubuh juga sehat. Dari penelitiannya itulah terapi menulis ekspresif
ini tercipta.
Lalu bagaimana cara menghilangkan julid dengan
terapi menulis ekspresif? Kita perlu mengenali dahulu perbedaan menulis biasa
dengan menulis ekspresif.
- Saat
kita menulis ekspresif, kita tidak perlu berpikir soal kaidah tata bahasa
seperti PUEBI, EYD, dsb. Sebab, tidak ada aturan baku untuk menulis ekspresif
- Menulis
ekspresif itu tulisannya fokus pada emosi yang kita rasakan secara detil
- Menulis
ekspresif itu menyampaikan semua aspek. Maksudnya menggambarkan secara spesifik
suatu peristiwa, termasuk bagaimana ekspresi kita dalam menggapi peristiwa
tersebut
- Menulis
ekspresif ini untuk diri sendiri, bukan untuk dipublikasikan di medsos. Hal ini
dimaksudkan agar kitab isa jujur terhadap perasaan sendiri.
Kelebihan terapi menulis ekspresif ini bisa
menyehatkan jiwa karena kita dipersilakan meluapkan seluruh emosi yang kita
rasakan. Bahkan bila kita ingin berkata kasar dan julid ini sangat
diperbolehkan.
Saat melakukan terapi menulis ekspresif ini
sebaiknya menggunakan kertas dengan bolpoin atau pensil. Mengapa? Agar saat
kita mencurahkan perasaan melalui tulisan kita bisa merasakan tekanan emosi
saat kita menulisnya.
Saat kita menulis menggunakan kertas dan pena atau
pensil, kita bisa merasakan pelampiasan atau luapan emosi yang kita keluarkan
melalui kata-kata yang dikeluarkan lewat tulisan. Dikarenakan luapan emosi yang
bisa dikeluarkan itulah, biasanya setelah menulis emosi kita bisa lebih baik.
Cara menulis terapi menulis ekspresif dan manfaatnya
Agar bisa merasakan luapan emosi saat menulis, ada
hal-hal yang perlu dilakukan yaitu,
1. Carilah tempat dan waktu yang tepat serta nyaman untuk menulis
2. Jujur akan perasaan sendiri. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Ingat bila kita ingin berkata kasar dan julid dipersilakan.
3. Menulislah dengan bebas. Tidak perlu memikirkan kaidah tata bahasa, karena ini menuangkan rasa.
4. Menulislah sesuai kemampuan. Saat kita mengeluarkan unek-unek atau kejulid-an terhadap orang lain atau sebuah peristiwa jangan memaksakan diri harus selesai saat itu juga. Bila kita merasa Lelah, istirahat, nanti dilanjutkan. Bahkan bila kita tidak bisa menuliskan sama sekali, kita bisa berkonsultasi dengan ahlinya atau pakar kejiwaan.
5. Terapi menulis ekspresif ini sekali lagi untuk pribadi dan tidak untuk dipublikasikan.
6. Terapi menulis ekspresif ini untuk direfleksikan. Saat emosi kita meluap, silakan bebas menulis apa saja sesuai yang dirasakan. Nah, kita sudah mereda emosinya dan kita siap membaca ulang, maka bacalah dan jadikan pelajaran agar bila terjadi hal yang sama kita bisa menanggapinya dengan lebih baik.
Profesor
James W. Pennebaker menyarankan, waktu terbaik dalam melakukan terapi menulis
ekspresif ini yaitu 15 sampai 30 menit selama 4 hari berturut-turut (ini jumlah
minimalnya), sebelum kita tidur di malam hari. Namun untuk beberapa kasus
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu.
Memang
apa sih, manfaat dari terapi menulis ekspresif ini? Dari berbagai sumber, Mbak
Sofi merangkumnya menjadi 4 yaitu,
1. Pikiran yang kacau bisa fokus lagi
2. Memahami diri sendiri, sehingga kita bisa menolong diri sendiri saat mental kita baru kurang sehat
3. Mengubah sudut pandang. Saat kita emosi biasanya kita merasa paling benar, tapi setelah mereda kita lebih bisa melihat masalah dari berbagai sudut pandang
4. Mengelola emosi menjadi lebih baik
Memang
bagaimana kita dapat mengetahui kalau dengan terapi menulis ekspresif ini efektif
dan bisa menyehatkan jiwa? Jawabannya, ketika kita menulis seluruh emosi yang
kita rasakan, kita dapat merasakan luapan emosinya. Sehingga kita tahu perbedaan
perasaan yang dirasakan sebelum dan sesudah menulis.
Kunci
utama agar terapi menulis ekspresif ini bisa sukses adalah jujur dengan
perasaan pribadi dan semakin menceritakan dengan detil atau spesifik itu lebih
baik. Bagaimana sahabat, kira-kira bisakan hilangkan
julid dengan terapi menulis ekspresif ini? Silakan berikan tanggapannya, ya.
Terima kasih.
Nulis emang salah satu cara mengalirkan rasa yang efektif ya mba. Kalo media ini dipake buat terapi, ternyata emang ada tips-tips khususnya ya supaya treatmentnya efektif. Nice post mba, makasi ya :)
BalasHapusTerima kasih juga mbak sudah berkenan mampir di tulisan saya
HapusMenulis membutuhkan ketrampilan yang sesuai agar berjangka panjang, melalui menulis akan menghasilkan karya
BalasHapusIni betul juga kakak. Cuma untuk terapi menulis ekspresi, lebih menekankan curahan ekspresi hati yang dituangkan dalam tulisan. Makanya terapi menulis ekspresif ini bukan untuk dipublikasikan tapi untuk refleksi agar tidak terjadi kejadian yang sama secara berulang
HapusKayaknya kalau beneran nulis semua luapan emosi yang ada, ntar begitu baca sendiri pasti kaget, kok bisa ya kita seperti itu. Bagus nih mba, bisa jadi titik balik bagi kita sendiri untuk menyadari, ternyata ga enak banget ya baca kejulidan tersebut dan melatih kendali emosi agar lebih tertata.
BalasHapusHarapannya memang demikian, mbak. Agar kita bisa merefleksikan setiap kejadian setelah emosi kita sudah stabil. InsyaAllah akan ada dampak positif dari memandang perspektif berbeda
HapusAh iya ya mbakku, daripada julid mending nulis ekpresif aja ya mbak
BalasHapusLebih postive vibe juga dan bermanfaat tentunya
Pastinya mbak DK. Perasaan iri adalah biasa dan kadang-kadang bisa saja muncul dalam diri kita. Tinggal cara pelampiasannya yang bisa kita pilih agar perasaan negatif tersebut tidak merugikan orang lain sekaligus diri sendiri. Ya, salah satunya dengan menulis ekspresif ini
HapusDengan terapi menulis ekspresif ini kita bebas menuliskan apa saja yang kita rasakan ya mbak, baik positif maupun negatif. Kalau sudah dicurahkan dalam bentuk tulisan, bisa sedikit lega perasaan.
BalasHapusBetul kakak. Tuliskan apa saja semua perasaan yang dirasakan, baik itu yang positif maupun negatif. Kalau udah selesai menulis, kalau perasaan lebih baik, berarti kita sudah berhasil menulis ekspresif
Hapusboleh dicoba nih ya, kalau ada yang mulai komen julid di medsos mending diarahkan untuk menulis ekspresif aja ya biar lebih terarah.
BalasHapuskalau kita pun mengalami atau merasakannya juga bisa dicoba juga ya ini untuk menulis ekspresif biar lebih plong :)
Ayo mbak, kita menerapkan ini sama-sama. InsyaAllah hati bisa lebih plong dan membuat kita tetap waras
HapusHai kak, aku sudah lama gak nulis ekspresif. Tepatnya menahan diri. Tapi perlu banget ya untuk sekedar healing dari kejulidan
BalasHapusPerlu lo, kakak. Apalagi kalau memang menuju masa genting aka masuk fase pra menstruasi, menstruasi, dan paska menstruasi. Biasanya di waktu-waktu tersebut kita lebih sensitif, ada baiknya kita menulis ekspresif saja
HapusPastinya julid akan memudar seiring tersalurkannya emosi melalui menulis ekspresif ya, Litha. Lagian julid gak enak dibawa-bawa kan ya,, gak ada untungnya ke mana2, baik buat objek yg dijulidin maupun buat kitanya sendiri.
BalasHapusBetul kakak. Mendingan daripada julid, kita menulis ekspresif. Kali saja bisa salah satu modal cerita faksi yang menyentuh ea
HapusKalo smeua netizen yang julid di lkolom komentar IG tau tentang menulis ekspresif dan mau untuk mengoreksi kenyinyirannya, sudah berapa banyak buku terapi yang dihasilkan ya Mba. Buat saya menulis juga jadi terapi. Bisa nmengurangi stres banget banget.
BalasHapusAKhirnya jadi tahu juga apa itu menulis ekspresif
Malah bermanfaat banget itu mbak, jadi buku, hehehe. Memang enak banget menulis ekspresif ini, setidaknya bisa menata hati dan pikiran biar kembali waras serta sehat
HapusEmang ngeselin ya kalau ada teman yang sukanya julid. Baru tahu kalau julid ternyata ada terapinya. Yang suka julid wajib tahu dan nerapin nih
BalasHapusBukan hanya untuk yang suka julid sih, kakak. Semisal kita pengen healing yang efektif ya, salah satunya pakai terapi nulis efektif ini
HapusSaya sendiri menghindari julid. Apalagi di media sosial karena bisa viral dan menimbulkan dosa jariyah
BalasHapusmemang kalau perbuatan yang kurang baik, sebaiknya dihindari. Semoga kita bisa terhindar dari dosa-dosa jariyah ya, Kak, aamiin
Hapus