'Yuk, Kenalan sama Anak Generasi Digital VS Orang Tua Imigran Digital' |
Assalamualaikum sahabat lithaetr, mari masuki dunia parenting, inspirasi, dan hiburan (musik, film, buku, dan drama Korea).
Kalau sebelumnya saya membahas quality time saat di rumah saja, kali ini saya mau mengajak sahabat lithaetr, mengenal apa itu anak generasi digital dan orang tua imigran digital. Mungkin diantara sahabat sudah ada yang mengetahui tentang 2 istilah tersebut, tapi bagi yang belum jangan khawatir, kita akan sama-sama belajar mengenal kedua hal tersebut.
Kata-kata bijak dari Kahlil Gibran ini akan menjadi awal dan pengingat kita sebagai orang tua. “Anakmu bukan milikmu, ia adalah milik zamannya. Boleh kau berikan rumah untuk raganya tapi tidak untuk jiwanya, karena jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan yang tiada dapat kau kunjungi walaupun dalam impian.”
Mempersiapkan anak agar ia bisa bertahan dan kuat dalam menghadapi setiap ujian atau cobaan kehidupan, sekaligus memiliki hasrat untuk menimba ilmu sepanjang hayat pastilah menjadi impian setiap orang tua. Bisa memiliki anak-anak yang tangguh, cerdas, mandiri, dan memiliki perilaku budi pekerti yang baik adalah cita-cita setiap orang tua. Namun, jika impian dan cita-cita tersebut ingin terwujud, maka dibutuhkan kerja cerdas orang tua di dalamnya.
Pertama, yang perlu disadari dan diterima oleh para orang tua adalah anak-anak kita itu adalah generasi ‘masa depan’. Anak-anak kita adalah generasi yang dibesarkan dalam dunia digital dan mereka adalah bagian dari fenomena budaya global yang sedang berlangsung saat ini. Mereka generasi yang nantinya bisa mengerjakan 5 pekerjaan sekaligus, misalkan menulis di words, sambil chattingan via whatsapp, kemudian di juga bisa mendownload musik atau video, anak-anak juga masih bisa menulis status di facebook, sekaligus mengupload gambar lewat instagram. Iya, itulah generasi masa depan, tempat dimana anak-anak kita tumbuh dan berkembang.
Makanya tidak heran jika anak kecil sekarang, bisa dibilang lebih jago main gawai dibandingkan orang tuanya. Mulai dari facebook, instagram, hingga aplikasi kekinian tik tok, selalu didominasi anak generasi digital. Jika anak-anak kita disebut sebagai generasi digital, maka kita sebagai orang tua, disebut sebagai generasi apa? Yuk, tetap ikutin terus penjelasannya di sini.
Setelah mengetahui kalau anak-anak kita disebut sebagai generasi digital, maka hal kedua yang perlu kita ketahui adalah orang tua itu generasi ‘imigran digital’. Apakah itu? Orang tua adalah generasi pendatang atau yang mengalami setiap perubahan yang terjadi saat ini, contoh yang semula menikmati indahnya surat-menyurat sekarang harus belajar menggunakan email, kemudian saat menelepon mungkin berdebar-debar karena hanya bisa mendengarkan suara kini sudah bisa telepon-teleponan sambil lihat wajah, jadi tambah deg-degan atau kangennya hilang seketika, dan lain sebagainya.
Kitalah, orang tua di masa kini, adalah generasi yang mungkin merasa tidak nyaman dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi. Akan tetapi, jika ingin berhasil mendampingi generasi digital, maka kita harus bisa beradaptasi secara cepat dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Rasa ketidaknyamanan yang mungkin timbul harus diadaptasi menjadi kenyamanan. Sebab sebagai orang tua kita perlu tahu atau melek dengan perkembangan teknologi digital. Kita pun harus siap untuk membimbing dan melindungi anak-anak dari bahaya-bahaya yang bisa ditimbulkan oleh perkembangan digital ini.
Pernyataan Ikatan Dokter Anak Indonesia tentang Anak Generasi Digital |
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, “Anak-anak generasi yang lahir di masa kini merupakan generasi digital native, yaitu mereka yang sudah mengenal media elektronik dan digital sejak ia lahir.” Oleh karena itu, orang tua harus bersiap mendampingi, memberi petunjuk jika diperlukan, atau sama sekali melarang anak-anak dari aktivitas-aktivitas yang berbahaya dari pemanfaatan teknologi. Untuk itu, orang tua perlu mengenal ciri-ciri anak-anak generasi digital ini.
Di tahun 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lewat buku sakunya yang berjudul ‘Seri Pendidikan Orang Tua: Mendidik Anak di Era Digital’, pernah menyampaikan ciri-ciri generasi digital itu seperti apa,
1. Anak-anak generasi digital memiliki kemudahan dalam membuktikan eksistensi identitas dan keberadaan mereka kepada dunia. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya facebook, instagram, twitter, youtube, dan lain-lain.
2. Generasi digital cenderung lebih terbuka soal hal-hal yang bersifat pribadi atau privasi. Mereka cenderung blak-blakan dan memiliki pemikiran yang lebih agresif.
3. Anak-anak generasi digital cenderung ingin memperoleh kebebasan, khususnya kebebasan berekspresi. Mereka tidak suka diatur dan dikekang. Mereka ingin memegang kontrol dan internet, menawarkan kebebasan berekspresi itu.
4. Dalam proses belajar pun, anak-anak generasi digital selalu mengakses internet seperti menggunakan mesin pencari google, yahoo, dan sebagainya. Kemampuan belajar mereka jauh lebih cepat, karena segala informasi ada di ujung jari mereka.
Anak-anak zaman sekarang sudah menggunakan teknologi |
Memang pada kenyataannya anak-anak zaman sekarang sudah menggunakan teknologi dengan cara yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Penulis buku parenting, Andri Priyatna, dalam bukunya ‘Parenting di Dunia Digital’, menyampaikan “Untuk pertama kalinya dalam sejarah, anak-anak muda turut memegang ‘otoritas’ dari sesuatu yang benar-benar penting, yaitu: teknologi. Ia pun memaparkan sebuah hasil survei di Amerika yang dibuat oleh US Census Bureu, yang mana hasil survei tersebut tampaknya tidak jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia, terutama untuk keluarga yang tinggal di kota-kota besar dan dari kalangan menegah ke atas.
Di Amerika sana, setiap keluarga rata-rata memiliki televisi, komputer, dan akses internet. Di sana, karena akses internet semakin murah dan mudah, maka menimbulkan adanya persentase yang tinggi dari kaum muda yang memiliki berbagai media pribadi, yaitu sebesar 72% memiliki televisi, 35% memiliki komputer desktop, laptop, atau keduanya, dan 20% memiliki koneksi internet langsung dari kamar tidur mereka. Kemudian anak-anak muda di Amerika rata-rata menghabiskan antara 6 sampai 8,5 jam sehari tenggelam dalam segala macam media, dan mayoritas paparan yang terjadi di luar pantauan orang tua.
Kondisi seperti itu rasanya tidak jauh berbeda dengan anak-anak muda yang ada di Indonesia. Yang mana sebenarnya, mereka itu masih belum cukup dewasa untuk membedakan fantasi dan kenyataan. Terutama yang anak-anak lihat itu disajikan dalam bentuk atau adegan yang seolah-olah terjadi di ‘kehidupan nyata’ atau ‘kehidupan sehari-hari’. Ternyata konsekuensi tersebut bisa menimbulkan banyak masalah, antara lain:
1. Perilaku agresif dan kekerasan.
2. Mengonsumsi alkohol dan merokok.
3. Inisiasi seksual dini.
4. Obesitas (bukan hanya karena perilaku sedentary tetapi juga karena asupan makanan yang berkalori tinggi).
5. Rendahnya performansi dan menurunnya prestasi belajar anak di sekolah.
6. Gangguan kesehatan mata dan memiliki masalah saat tidur.
7. Kesulitan untuk berkonsentrasi.
Intinya, 7 indikator tersebut menunjukkan bahwa penggunaan teknologi digital yang berlebihan pada anak-anak bisa mengganggu pertumbuhan otak dan fisik anak, sekaligus menghambat perkembangan bahasa serta hubungan sosialnya. Oleh sebab itu, pentingnya peran orang tua dalam mendampingi, mengarahkan, dan melarang anak-anak generasi digital ini dalam menggunakan teknologi, khususnya di masa ‘golden age’ mereka.
Yups, itulah sedikit perkenalan anak generasi digital, orang tua generasi imigran digital, dan sedikit gambaran permasalahan yang timbul jika anak-anak dibiarkan menggunakan kemajuan teknologi tanpa pendampingan. Mau tahu lebih jauh tentang permasalahan jika anak-anak kecanduan gawai? Ikutin terus tulisannya di lithaetr blog.
Memang benar berarti ya, didiklah anakmu sesuai jamannya. Lahir di era digital kita sebagai orangtua perlu upgrade ilmu juga agar dpt mengimbangi dan membimbing anak dalam pemanfaatan Gadget tersebut.
BalasHapusBetul banget mba. Jangan sampai kita kalah pintar dari anak-anak. Dampingi terus dan jadi teman terbaik serta terasik bagi mereka. Saya pun masih selalu belajar buat seperti itu 🥰
HapusWkwkwk.... Keren juga instilahnya. Generasi imigran digital. Baru tahu .... Ada batasan usia enggak sih Mbak, ortu yg disebut imigran digital? Apa semua ortu disebut imigran digital? Kalau Mahmud, mamah muda sama pula sebutannya? aku jd tertarik nih
BalasHapusKalau membaca di beberapa sumber memang ada batasan usia mba. Tapi imigran digital lebih ke anak-anak yang lahirnya di 80-an hingga 90-an akhir. Sebelum era millenial
HapusWah, tulisannya keren banget.
BalasHapusTerima kasih kakak, sudah berkenan mampir ke blog sederhana ini
Hapus