3 Langkah Awal dalam Mendidik Anak |
Assalamualaikum sahabat lithaetr, mari masuki dunia parenting, inspirasi, dan hiburan (musik, film, buku, dan drama Korea).
Setelah mengetahui kalau pendidikan Islam adalah yang terbaik, orang tua yang bertanggung jawab dengan pendidikan anaknya, dan pentingnya menstimulus sistem-sistem dalam tubuh anak, agar fitrahnya terbangun, apakah langkah selanjutnya yang harus dilakuan oleh orang tua?
Terkait hal ini, penulis teringat dengan perkataan Ibu Elly Risman yang sering beliau sampaikan dalam setiap seminar parentingnya, yaitu 'Parenting is all about Wiring'. Maksudnya adalah pola mengasuh anak itu adalah hasil dari warisan didikan terdahulu. Mengapa psikolog anak senior itu, mengatakan hal demikian? Sebab, tidak pernah ada sekolah untuk menjadi orang tua yang baik. Itulah mengapa akhirnya pola asuh atau pendidikan anak itu menjadi suatu hal turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Lalu, apakah mendidik anak seperti itu baik? Inilah jawaban Ibu Elly Risman, hidup itu adalah pilihan. Pilihan kita inilah yang nantinya akan dipertanggung jawabkan, baik di dunia maupun di akhirat. Kalau kita tidak punya prinsip, bisa jadi kita termasuk orang-orang yang berbuat salah. Hal tersebut sudah terdapat dalam Alquran surah Al-An'am ayat 116 sampai 117,
Allah berfirman: "Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk."
Dari pesan Alquran di atas, apa yang sebaiknya langkah awal yang perlu kita lakukan? Yuk, baca terus penjelasannya di sini, ya.
Sebelum memutuskan untuk mendidik anak-anak, ada baiknya orang tua memahami kalau anak kita adalah peniru yang ulung. Sempat disinggung sedikit di atas kalau anak-anak lebih banyak meniru dan mengikuti orang tuanya daripada ke orang lain. Karena dalam pandangan anak-anak, orang tuanyalah manusia terhebat di muka bumi. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Seorang Psikolog yang bernama Roslina Verauli. Ia mengatakan, “Dalam sebuah penelitian tahun 2015 ditemukan bahwa 70 persen orang tua mengatakan anaknya meniru mereka.”
Ia menambahkan, memang anak itu adalah peniru ulung. Anak meniru orang tua sebagai figur dewasa yang diidolakan, dianggap lebih kompeten, dan memiliki kuasa. Anak akan meniru apa saja yang dilakukan oleh orang tuanya, baik itu perilaku baik ataupun buruk. Misalkan ketika orang tua suka membentak, maka anak akan menirunya dan melakukan hal itu pada adik atau sepupunya. Bahkan bahasa tubuh orang tua juga ditiru oleh anak. Contohnya mimik wajah saat marah, tersenyum, dan tertawa.
Jadi, apa yang mesti dilakukan orang tua?
1] Jika ingin anak yang baik, maka jadilah orang tua yang beradab baik
Jika ingin anak baik, orang tua harus baik duluan |
Ada sebuah penelitian lain yang menunjukkan bahwa anak-anak meniru setidaknya 25 persen perkataan orang yang sering didengar oleh mereka dan sekitar 60 sampai 70 persen, anak akan meniru tindakan yang dilihat dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Mulai dari cara berpakaian, cara duduk, gaya bicara hingga hal yang menjadi favorit orang tuanya.
Intinya jika orang tua ingin mendapatkan anak yang baik, jadikanlah diri kita baik pula. Jika ingin mendapatkan anak yang penuh rasa kasih sayang, jadikanlah diri kita menjadi pribadi yang penuh cinta kasih. Jika ingin anak gemar membaca, maka jadikanlah membaca sebagai kenikmatan kita. Anak diibaratkan kertas putih yang polos dan orang tuanyalah yang bertugas mau ditulis menjadi seperti apa kertas putih tersebut.
Oleh karena itu, sebagai orang tua kita dituntut untuk menuntut ilmu dengan adab. Apakah itu? Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mengubah perilaku dan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Namun, banyak diantara kita yang terlalu buru-buru fokus pada suatu ilmu terlebih dahulu, sebelum paham mengenai adab-adab dalam menuntut ilmu. Padahal adab itu harus didahulukan sebelum menuntut ilmu.
Jika ilmu itu adalah pra syarat untuk sebuah amal, maka adab adalah hal yang paling didahulukan sebelum ilmu. Adab adalah pembuka pintu ilmu bagi yang ingin mencarinya. Adab menuntut ilmu adalah tata krama atau etika yang dipegang oleh para penuntut ilmu, sehingga terjadi pola harmonis baik secara vertikal maupun horisontal. Nah, adab inilah langkah awal yang harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak-anak.
2] Hadirkan Sosok Idola Terbaik bagi Anak
Hadirkan sosok idola |
Tanamkan kepada anak adab yang baik, sebelum mereka menuntut ilmu. Seelah itu, hadirkanlah dan kenalkanlah anak-anak kepada sosok idola yang memiliki adab-adab terbaik, sehingga mereka menjadi panutan yang memberikan manfaat bagi suatu peradaban. Di mana sosok idola tersebut sudah pasti memiliki kepribadian Islam yang terbentuk dari pendidikan Islam. Siapa sajakah sosok idola tersebut?
Menghadirkan sosok idola bagi anak tidak boleh sembarangan, sebab idola bisa jadi adalah panutan yang akan dia jadikan contoh dalam melakukan perjalanan hidupnya kelak. Maka dari itu, mengenalkan dan menghadirkan sosok idola yang berkepribadian Islam lebih diutamakan. Oleh karena itu, ada 2 kisah sosok idola yang bisa diceritakan orang tua kepada anak-anaknya.
Kisah tentang 2 sosok dari zaman puncak kejayaan Islam, di mana saat itu pendidikan Islam menjadi hal utama yang diajarkan kepada anak-anak, sehingga terbentuklah generasi ysng tangguh dan sebuah peradaban gemilang yang mencapai puncak keemasannya. Dua sosok idola ini adalah Salahuddin al-Ayyubi dan Muhammad al-Fatih. Siapakah mereka?
Salahuddin al-Ayyubi adalah pahlawan Islam yang mampu membebaskan Masjid Aqsha di Palestina. Beliau adalah putra dari kedua orang tua yang taat. Ayahnya bernama Najmuddin berasal dari kalangan keluarga istana kesultanan di Tigrit Iraq. Najmuddin yang salih berkeinginan mencari wanita shalihah yang bisa menggandeng tangannya ke surga dan melahirkan anak kesatria atau akan menjadi pahlawan yang membebaskan Masjid Aqsha di Palestina.
Waktu itu Masjid Al-Aqsha belum dikuasai oleh Islam. Ternyata ibunda dari Salahuddin al-Ayyubi juga menginginkan pasangan hidup yang memiliki visi dan mimpi agar anaknya kelak bisa menjadi kesatria atau pahlawan besar Islam. Qadha Allah, maka bertemulah Najmuddin dengan wanita shalihah ini dan mereka berdua menikah. Kemudian mereka bertekad akan melahirkan kesatria itu dan dialah Salahuddin al-Ayubbi.
Salahuddin dipersiapkan untuk menjadi pribadi tangguh yang memiliki kepribadian Islam. Agar memiliki kepribadian Islam yang tangguh dan berpengaruh, serta berjiwa kepemimpinan yang kuat, Salahuddin pun harus menguasai banyak ilmu dan unggul dalam bidang hukum dan politik. Maka kedua orang tuanya pun mendidik Salahuddin kecil di lingkungan istana di Tigrit. Hal tersebut dimaksudkan agar anaknya memperoleh gambaran bagaimana cara memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengambil suatu keputusan dengan adil.
Orang tua Salahuddin adalah sepasang visioner yang memiliki mimpi dan benar-benar menerapkan visi tersebut dengan sebuah program-program pendidikan bagi anaknya. Mereka berusaha agar anaknya bisa mendapatkan stimulus-stimulus yang tepat agar bisa menjadi seorang pemuda atau pribadi yang sesuai dengan visi atau gambaran mereka. Benar saja, setelah mendapatkan stimulus dan pendidikan yang tepat maka Salahuddin pun berhasil merebut dan membuat Masjid Al-Aqsha dikuasai oleh pemerintahan Islam.
Hampir sama kisahnya dengan Salahuddin, Muhammad al-Fatih juga dipersiapkan oleh orang tuanya, khususnya ibunya, agar bisa menjadi pahlawan Islam yang berhasil menaklukan Konstantinopel. Sejak kecil Muhammad al-Fatih selalu mendapatkan pendidikan Islam. Ia benar-benar dipersiapkan menjadi pemimpin yang tangguh, sudah hafal Al-Quran 30 juz dalam usia relatif muda, menguasai 6 bahasa, ilmu hadist, ilmu fikih, juga menguasai ilmu matematika, ilmu falak, dan ilmu lainnya. Bahkan, ia sering diperdengarkan sebuah hadist Rasulullah oleh ibunya, yang isinya tentang perkataan Nabi Muhammad tentang penaklukan Konstantinopel.
Berikut ini Sabda Rasulullah tentang penaklukan Konstantinopel, “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah penakluknya dan sebaik-baik pasukan adalahpasukannya.” (HR. Ahmad)
Karena senantiasa diulang-ulang oleh ibu Muhammad al-Fatih sambil naik ke atas bukit menghadapkan pandangan Muhammad al-Fatih ke arah Byzantium,ibu kota Romawi tersebut. Bahkan kedua orang tua Muhammad al-Fatih menyiapkan 2 orang guru yang hebat dan ulama yang berilmu yaitu Aaq Syamsudin dan Ismail Muhammad al-Qurani, sehingga di usia yang relatif muda Muhammad al-Fatih menjadi sosok yang tangguh. Baik dalam ilmu dan ibadah.
Belajar dari 2 sosok idola di atas, ada 1 garis besar yang sama yaitu orang tua Salahuddin dan Muhammad al-Fatih sama-sama visioner yang memiliki visi dan mimpi kalau anaknya harus menjadi pahlawan besar Islam. Kemudian, orang tua sosok idola tersebut memberikan stimulus dan program-program belajar agar visi dan mimpi mereka tercapai. Dengan menanamkan pendidikan Islam, mencari guru atau ulama pendampingi untuk mentransfer ilmu, dan pembiasan adab-adab positif lainnya. Intinya para orang tua 2 sosok idola ini berkerja keras dan cerdas bagi anak-anaknya. Mereka paham bahwa ada sosok idola utama yang wajib dikenal oleh anak-anaknya, siapakah dia, beliau adalah Nabi dan Rasul Muhammad Saw.
3] Munculkan minat dan cinta membaca di anak-anak
Munculkan minat dan cinta membaca di anak-anak |
"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. Al-Alaq ayat 1 sampai 5).
Wahyu itulah yang pertama kali turun kepada Rasulullah Saw. Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa membaca adalah aktivitas wajib bagi manusia untuk meningkatkan derajat hidupnya. Semakin baik aktivitas membacanya, maka semakin baik juga kualitas hidupnya.
Untuk melakukan 3 langkah awal tersebut, kita sebagai orang tua perlu tekad yang kuat dalam mendidik anak-anak. Sempat disinggung di atas kalau penerapan pendidikan tersebut tidaklah mudah. Dalam menjalankan pendidikan tersebut butuh tahapan yang panjang, waktu lama, dan pasti menemui kesulitan-kesulitan, sehingga menuntut kerja estafet yang baik. Oleh karena itu, sangat diperlukan komitmen dan tekad yang kuat dalam mendidik anak-anak, khususnya di era digital ini.
Namun kenyataan yang terjadi saat ini adalah masih banyak orang tua yang lalai bahkan abai terhadap pendidikan anak-anaknya. Padahal orang tua memiliki mimpi dan visi luar biasa bagi anak-anaknya. Tapi seringkali visi dan mimpi tersebut belum menjadi misi, sehingga belum tercipta stimulus dan program-program bagi anak-anaknya. Justru terkadang para orang tua memilih memberikan anak-anak gadget, agar anak-anak mereka diam dan anteng. Kalau anak anteng dan diam terkesan masalah selesai, benarkah itu?
Menurut Penulis Buku Anak, Ary Indriyani, ada yang lebih mengerikan daripada fenomena anak kecanduan gadget, yaitu fenomena yang tanpa disadari orang tua sebenarnya kita sudah terjebak bahkan ikut melakukannya. Fenomena ini adalah ‘Lazy Parents’ atau ‘Orang Tua Malas’. Sempat sedikit disinggung di atas, kalau bisa jadi karena kesalahan kita anak-anak bisa menghabiskan banyak waktu dengan gadgetnya. Nah, bisa jadi karena kita sudah terserang fenomena ini.
Memiliki visi dan mimpi anak menjadi penghafal Al-Quran, tapi baru menjalankan prosesnya kita kurang sabar, kita yang mudah menyerah, dan kurang termotivasi, sehingga stimulus dan programnya berhenti di tengah jalan. Ingin memiliki anak yang memiliki kepribadian Islam, pastinya membutuhkan semangat dan kinerja yang luar biasa oleh sebab itu, mari kita kencangkan dan perbaiki kembali tekad kita. Ingatlah 2 sosok idola di atas sukses dan berhasil karena orang tuanya teguh dalam tekadnya menggapai mimpi memiliki anak yang bisa menjadi pahlawan Islam.
Para orang tua di atas benar-benar memegang teguh mengenalkan sosok idola terbaik bagi anaknya dan menumbuhkan minat membaca, serta menerapkan bahwa belajar itu sepanjang hayat. Mereka benar-benar membuat program dan stimulus-stimulus terbaik bagi anaknya. Kita perlu mengubah strategi pendidikan dan parentingnya (pola asuhnya), disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak generasi digital. Orang tua perlu untuk belajar agar bisa medidik anak-anaknya, sebab sudah menjadi tugas dan kewajiban kita agar anak-anak mendapatkan pendidikan yang terbaik.
Hal tersebut juga sudah terdapat dalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 9, Allah berfiman, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Ayat tersebut benar-benar menjadi peringatan keras bagi orang tuajika seandainya kita meninggalkan anak-anak yang lemah. Kita memng disuruh agar menyiapkan anak-anak menjadi pribadi tangguh dan berakhlak baik. Oleh karena itu, ada baiknya kita perlu mempelajari terlebih dahulu sosok idola yang luar biasa itu. Sosok Rasulullah sejatinya tempat kita belajar dan mengambil contoh. Bagaimana kisah tumbuh kembang beliau, sejatinya adalah stimulus dan program atau rencana besar dari Allah Swt. agar menjadikan Muhammad Saw. menjadi pribadi tangguh yang berakhlak mulia, sehingga bisa dijadikan panutan bagi seluruh umat manusia.
Mau tahu bagaimana kisah tumbuh kembang Rasulullah Saw.? Ditunggu updatenya di blog ini atau di blog talitha-rahma.com.
Duh, Aku belum sampai menghadirkan sosok terbaik utk anak-anak. Mereka malah mengidolakan ayahnya. Brrti harus dikenalin, ya, sosok sholeh, yg bisa dijadikan idola. Beberapa mrk sdh tahu dari membaca buku.
BalasHapusEnggak apa-apa Bun. Kalau anak-anak cinta ayahnya. Cuma memang dari orang tua perlu ada sedikit penjelasan, tentang sosok siapakah yang sebaiknya dijadikan panutan atau idola. Setidaknya mereka mengenal idola dari kita terlebih dahulu.
HapusSambil mikir bacanya, sudsh diterapkan belum ya ke anak-anak?
BalasHapusSama-sama belajar kita ya, mbak. Sebab ini sebagai pengingat saya pribadi banget ❤😊
HapusSaya jadi inget ceramahnya Ustaz Adi Hidayat. Al Quran memang sudah mengatur sangat lengkap seluruh aspek hidup, termasuk dalam mendidik anak. Saya jujur belum mempraktikkan semua, tapi tetap berusaha.
BalasHapusSiap. Kita sama-sama belajar ya, mbak. Saya pun terus berusaha untuk mengingatkan diri sendiri juga terkait hal ini 🙂
HapusSip banget sebagai pengingat untuk kita para orang tua.
BalasHapusBenar mbak Emmy, tulisan ini sejatinya pengingat untuk saya pribadi yang masih banyak salah sebagai orang tua. Semoga kita dimampukan mendidik yang terbaik untuk anak-anak ya mbak, aamiin
Hapus