Assalamualaikum Sahabat
Lithaetr, mari masuki dunia parenting, inspirasi, dan hiburan (musik, film,
buku, dan drama Korea).
Sebelumnya maafkan saya kalau
judulnya membuat sahabat sakit hati. Mengapa saya membuat judul tersebut? Sebab
saya pernah mengalaminya. Iya, saya juga dulu takut mau resign (mengundurkan
diri) dari kerjaan. Secara saya mencintai pekerjaan tersebut. Rasanya berat
untuk meninggalkan hal yang kita cintai, betul? Cuma saat itu memang saya harus
benar-benar memilih mana yang terbaik bagi keluarga saya. Sekali lagi tulisan
ini tidak berusaha menyudutkan siapa pun dan tak ingin menyakiti siapa pun
juga. Tulisan ini semata-mata sharing (berbagi) pengalaman saya waktu mengalami
itu dan bagaimana rasanya sekarang setelah saya resign. Jadi, ini memang murni
pengalaman dari kondisi yang saya alami, kalau semisal dari sahabat ada atau
pernah atau sedang mengalaminya, semoga tulisan ini bisa menjadi solusinya.
Memiliki keturunan merupakan
sebuah anugerah sekaligus amanah bagi kedua orang tuanya. Rasanya sangat
bahagia mendapatkan mendapat anugerah terindah tersebut. Rasa itulah yang menghinggapi
perasaan saya ketika mendapatkan Alena. Sebagai ibu baru banyak sekali
keinginan yang akan saya lakukan untuknya. Mulai dari menyetelkan ayat-ayat
Alquran setiap hari, membacakan buku cerita, memasak untuknya, dan lain
sebagainya. Indah sekali bayangannya. Namun apa yang terjadi? Simak terus
kelanjutannya di sini.
Tapi ternyata semua tidak
semudah rencana dan seindah bayangannya, apalagi waktu cuti kerja setelah
melahirkan hampir habis. Pokoknya sebelum kembali bekerja, saya harus punya
pendamping yang membantu mengasuh Alena. Saya dan suami sibuk mencari pengasuh
bayi hingga tempat penitipan anak. Alhamdulillah di detik-detik terakhir, akhirnya
kami mendapatkan seorang pengasuh bagi buah hati tercinta.
Gambar: dok pribadi |
Saat itu, saya dan suami
sepakat kalau harus pengasuh yang berpengalaman (rentang usianya di 35-an atau
40-an ke ataslah). Ternyata, untuk menyewa pengasuh berpengalaman tahun 2014 di
Jakarta, sudah cukup merogoh kocek yang lumayan. Tapi, demi putri kecil
tercinta tidak apa-apa, yang penting Alena punya pengasuh berpengalaman.
Ternyata punya pengasuh berpengalaman tidak seindah harapan. Mungkin karena
waktu itu saya dapat orang yang punya segudang masalah di kehidupan pribadinya,
sehingga beliau sering sakit-sakitan. Terus dia juga mencuci segala
perlengkapan bayi itu harus dengan produk terbaik khusus bayi. Akhirnya
pengeluaran kami agak banyak biar pengasuh sembuh sekalian menggunakan produk terbaik
bayi.
Masalah tak berhenti sampai
di situ, tiba-tiba pengasuh itu minta berhenti mendadak, sebab telah terjadi
sesuatu pada keluarga di kampung. Saya dan suami langsung kalang kabut, karena
kami belum ada persiapan apa pun jika beliau berhenti. Kami berusaha melobi
akhirnya beliau mau menunggu sampai lebaran. Jadi, setelah lebaran kami harus
dapat pengasuh baru bagi Alena.
Gambar: instagram/lithaetr |
Alhamdulillah, Allah
mempermudah kami mendapatkan pengasuh bagi Alena. Kali ini, pengasuh Alena
baru berusia 17 tahun. Sebenarnya, saya dan suami agak deg-degan sih, namun
dengan bermodal Bismillah, kami serahkan penitipan Alena pada Allah dengan
bantuan si pengasuh. Dalam perjalanannya, untuk pekerjaan rumah dia bagus, tapi
di Alenanya kurang. Putri kecil saya jadi sering sakit-sakitan.
Sebentar-sebentar batuk pilek, kalau enggak malah kena diare. Sampai-sampai
Alena hampir dirawat di rumah sakit (RS), karena diare. Untungnya Allah masih
menyayangi kami, sehingga Alena bisa pulih sebelum di rawat di RS.
Gambar: Dok Pribadi |
Hadiah lain, hadir ke tengah
keluarga kami. Hiro hadir menambah kebahagiaan keluarga kami. Namun, ada hal
lain lagi yang harus kami pertimbangkan, siapakah yang akan merawat Hiro?
Apakah harus menambah 1 pengasuh lagi? Akhirnya, solusi yang kami pilih adalah
menyekolahkan Alena lebih awal. Iya, agar tidak menambah 1 pengasuh lagi, kami
memilih Alena saja yang dititipkan di sekolah. Lalu, Hiro dengan pengasuh lama.
Itu niat awal kami. Berjalannya waktu, kok ternyata menyekolahkan Alena lebih
awal dan di sekolah itu tidak cocok, ya? Kemudian, pengasuh lama mulai berulah.
Akhirnya, kami mulai mencari pengasuh pengganti.
Sekali lagi, Allah masih
menyayangi keluarga kami. Seorang kenalan menyuruh adiknya membantu kami
mengurus anak-anak. Betapa senangnya saya waktu itu. Akhirnya semua baik-baik
saja pikir saya. Kami mengeluarkan pengasuh lama karena sudah membuat tak
nyaman dan adik kenalan sudah bisa bekerja secepatnya. Semua baik-baik saja
selama beberapa waktu ke depan. Tiba-tiba setelah lebaran (baru 2 bulan setelah
lebaran), adik kenalan saya mengatakan kalau ingin sekolah lagi, jadi dia mau
berhenti kerja.
Duar...!
Suara petir langsung terdengar di kepala saya. Apa yang harus saya lakukan?
Berdiskusi dengan suami tapi kok hati ini lelah kalau harus mencari-cari lagi
pengasuh yang tepat. Akhirnya ide gila itu datang.
“Mas, bagaimana kalau litha resign saja?” tanya saya.
Suami terdiam sebentar, lalu menjawab, “Beri mas waktu
untuk menjawab, ya.”
Akhirnya kami mencoba
berdiskusi dengan adik kenalan itu untuk meminta tambahan waktu hingga akhir
tahun 2016. Alhamdulillah dia mau, sambil saya pun berusaha memantapkan hati
jika jawaban suami mengizinkan saya resign. Sebenarnya saya takut kalau
harus resign. Banyak hal yang masih ingin saya raih dari pekerjaan itu. Namun
sekali lagi ada prioritas utama yang harus didahulukan. Yap, akhirnya saya resign
di tahun 2016 itu.
Setelah resign banyak yang
bertanya pada saya, emang enggak kangen kerja lagi atau enggak kangen punya
uang sendiri, dan lain sebagainya. Kalau boleh jujur, saya kangen syuting.
Yups, saya kangen kerja di belakang kamera dan asyiknya keriwehan saat syuting.
Tapi saya tidak suka atau kangen bekerja karena harus berangkat pagi pulang
malam setiap hari. Sampai saat ini saya selalu salut dengan para working
mom, yang tetap bisa konsisten mengurus sekaligus mendidik
anak-anaknya. Sebab saya tidak bisa seperti itu. Saya harus memilih apakah
terus bekerja atau resign saat itu. Jadi, saya memilih resign. Lalu apa
manfaatnya setelah saya resign?
[1] Saya bertemu dan belajar dengan banyak orang hebat
Istilah di atas langit masih
ada langit, benar-benar saya rasakan setelah resign. Dulu waktu bekerja saya
seperti paling hebat sedunia, tapi begitu keluar ternyata masih banyak orang
yang jauh lebih hebat dari saya. Jadi, manfaat pertama setelah saya resign
adalah bisa bertemu dan belajar banyak dari orang hebat.
[2] Saya bisa mewujudkan mimpi saya yang lain
Gambar: instagram/lithaetr |
Setelah resign saya malah
bisa mewujudkan mimpi saya yang lain, yaitu jadi seorang penulis. Sebenarnya
saya merasa sangat bodoh, mengapa tidak dimaksimalkan sedari awal blogger ini.
Saya sudah punya blogger sejak tahun 2011, tapi saya sempat vakum menulis 3
tahun lamanya. Jikalau selama saya bekerja saya masih menulis blogger, maka
akan luar biasa kan? Nah, makanya Allah memberika hadiah terindah ini setelah
saya resign.
[3] Belajar pengasuhan yang baik dan benar dari awal
Gambar: website al-kawaakib |
Iya, semenjak saya resign,
Alhamdulillah saya mendapatkan pelajaran-pelajaran baru terkait pengasuhan.
Semenjak menemukan sekolah yang tepat bagi buah hati tercinta, saya pun belajar
tentang pengasuhan dari awal lagi. Di sekolah itulah saya akhirnya tahu
bagaimana proses pengasuhan yang baik dan benar.
[4] Lebih mengenal anak-anak
Gambar: Dok Pribadi |
Akhirnya saya paham, mengapa
Alena lebih cenderung pemalu dan harus mengamati keadaan dahulu setiap
melakukan kegiatan atau di tempat baru. Lain halnya Hiro yang cenderung lebih
sok kenal sok dekat dengan orang baru dan terkesan lebih cepat akrab. Sekali
lagi itu semua karena pola asuhan kami yang berbeda. Iya, anak terbentuk oleh
pola asuhan orang tuanya. Semenjak saya resign waktu dengan anak-anak
menjadi lebih banyak, jadi saya lebih bisa mengenal anak-anak dengan lebih
baik.
[5] Jadi lebih bersyukur terhadap hal kecil dan
menghargai profesi orang lain
Gambar: instgram/lithaetr |
Setelah saya resign,
akhirnya saya paham mengapa gaji untuk pengasuh itu mahal. Sebab mengurus
anak-anak jauh lebih menguras tenaga dan pikiran. Makanya saya salut banget
sama profesi pengasuh anak sekaligus asisten rumah tangga. Bisa jagain anak
plus rumah bisa bersih dan rapi itu luar biasa. Saya semenjak resign
sampai sekarang belum bisa sampai serapi pengasuh-pengasuh saya dulu dalam
membersihkan rumah. Makanya manfaat kelima bagi saya setelah resign
adalah lebih bisa bersyukur terhadap hal kecil dan menghargai setiap profesi
orang lain.
Baca Juga:
Itulah 5 manfaat yang saya rasakan setelah resign. Kalau sahabat sedang galau atau dilema dalam memutuskan mau resign atau tidak, saran saya adalah yakin kalau Allah Swt. akan menggantinya dengan hal-hal yang lebih indah. Jadi, tidak usah takut untuk resign, jika ada prioritas yang harus diutamakan. Demikianlah curhatan saya hari ini. Ditunggu tanggapannya ya, sahabat. Terima kasih sudah berkenan menyimak.
ini problem saya mbak,saya sedang dilema antara resign dan tidak. jika tidak, putri saya tidak ada yang ngasuh. jika resign otomatis pendapatan berkurang hiks
BalasHapusMasyaAllah saya pernah mengalaminya Bun. Coba didialogkan dengan yang Mahakuasa. Insyaallah akan dapat jalan keluar terbaik. Belum tentu apa yang kita inginkan lebih baik daripada kehendak Allah Subhanahu wata'ala. Semangat bermesraan dengan Sang MahaKuasa ya Bun ☺❤
HapusMemang untuk resign itu harus mempertimbangkan banyak hal ya mba... Qodarullah resign-nya mba litha membawa banyak berkah...:)
BalasHapusAlhamdulillah mba. Jika meninggalkan sesuatu yang lain demi kebaikan lebih besar, insyaallah dapat ganti luar biasa juga. Semoga mba Nisya selalu mendapatkan keberkahan Aamiin ☺
HapusMasalah sejuta mamak hahaha.
BalasHapusSaya rasa hanya ada 1 di antara sejuta mamak yang resign karena alasan lain, umumnya pasti karena anak.
Setinggi apapun, sehebat apapun kinerja wanita, saat sudah menjadi ibu, udah nggak bisa lagi berarya dengan bebas, setidaknya itu yang saya alami.
Hal itu yang membuat saya berjanji bakal mendidik anak2 saya yang kebetulan lelaki keduanya, untuk jadi lelaki yang bertanggung jawab, jangan bergantung ke penghasilan istri.
Jadi saat waktunya tiba, istri harus di rumah saja, keuangan tidak akan goyang :)
Aih semangat Bun. Semoga kelak kedua putra bunda Reyne bisa menjadi pemimpin yang salih dan amanah. Semoga kita juga bisa tetap berdikari dan mewujudkan mimpi walaupun hanya dari rumah ya Bun (n_n).
HapusHidup itu memang penuh dengan pilihan ya Mba? Ini dilema banget. Tapi demi kebaikan maka hasilnya pun baik. Terima kasih sharingnya ya Mba. Sangat bermanfaat. Salam kenal.
BalasHapusDilema banget mba. Tapi semua pasti sudah ada jalan terbaik dari Allah yang disiapkan bagi kita di akhir perjalanan nanti. Semoga kita semua dapat meraih mimpi-mimpi kita ya mba. Terima kasih sudah berkenan mampir. Salam kenal kembali kakak (n_n)
Hapuspeluk mba lithaaaaa, apalagi aku ini ya, memutuskan untuk berhenti bekerja karena alasan udah terlalu lelah menjadi pekerja di sebuah manufacturing, bahkan menjadi omongan orang-orang yang masih muda tapi ga memanfaatkan masa mudanya untuk bekerja dan juga berumah tangga belum dikaruniai anak, kok malah ga kerja. Padahal yaa, ada mimpi lain yang lebih saya perjuangkan yg tidak harus bekerja di pabrik dengan waktu shifting seperti itu. Lah kok aku jadi curcol haha
BalasHapusInsyaAllah kalau meninggalkan sesuatu demi kebaikan, akan mendapatkan ganti yang lebih besar mba. Capek kalau menanggapi penilaian manusia. Mengejar rida Illahi saja mba, hati akan tenang dan bahagia. Semoga disegerakan mendapatkan momongan ya mba (n_n)
HapusAlhamdulillah jadi full time mom sambil menggali potensi diri. Semangatt
BalasHapusSemangat.... Semoga bisa menjadi salah satu jalan saya ke surga aamiin
HapusKeputusan yang enggak mudah. Syukurlah akhirnya bisa bersama keluarga dan anak-anak. Meski ada hal yang hilang saat bekerja tapi kebersamaan dan waktu berharga bareng anak yang enggak akan terulang kembali
BalasHapusIya betul mba. Kebersamaan bersama anak-anak tidak akan pernah terulang kembali
HapusResign itu memang pilihan, dan harus mantap dengan keputusan yang telah diambil, meski pastinya akan ada rindu setelahnya
BalasHapusIya mba. Dalam hidup pasti ada pilihan. Salah satunya ya resign ini. Setuju mba semua resiko harus sudah mantap jika berani ambil sebuah keputusan
Hapusaku pun mengalami yang namanya resign. alasan utamaku karena anak dan jujur jauh lebih lega rasanya bagi diriku sendiri karena aku tipe orang yang lebih suka bekerja tanpa batasan hehe
BalasHapusAlhamdulillah ya Bun. Semoga pilihan ini menjadi jalan terbaik kita menuju surga-Nya, aamiin (n_n)
HapusAKu resign setelah di khianati boss ku sendiri hehehee sekarang malah lebih enjoy karena bisa dekat dengan anak2 sambil usaha kecil2an
BalasHapusInsyaAllah semua pasti ada hikmah terbaik yang bisa dijadikan pembelajaran ya, Bun. Semoga bunda Irena selalu bahagia dan semakin sukses, aamiin.
HapusPilihan resign diawal memang berat, tapi hasil yang dirasakan luar biasa. #kitapunyasedikitkesamaan Mbak.
BalasHapusAllah Maha Tau kapan waktu terbaik dalam mengijabah setiap doa. Semoga kita selalu diberikan keberkahan ya mba (n_n)
HapusSemangattt mbakkk.... Allah ganti dengan yng lain.
BalasHapussaya pun dlu sempat merasakan itu saat Lubna usia 6 bulan. Akhirnya mantap jadi full mom.
Peluk bunda hastin. Terima kasih sudah selalu menjadi inspirasi dan penyemangat bagiku ya Bun (n_n)
HapusIya, semua pilihan ada konsekuensinya. Tapi pasti ada hikmatnya, rejeki tetap mengalir
BalasHapusAamiin aamiin ya Rabbal'alamin. Semoga rezeki kita mengalir terus dan berkah selalu (n_n)
HapusSaya setuju semuanya mbak. Tapi resign juga butuh persiapan yang matang. Biar nggak post power syndrome
BalasHapusSetuju banget mba. Emang bahaya kalau mental belum siap. Tapi semua memang butuh proses penerimaan dan keihklasan. InsyaAllah selalu ada hikmah terbaik di setiap peristiwa.
HapusAku belum berani resign mba, terlalu asyik dengan pekerjaan. Tapi, kadang ada keinginan juga.
BalasHapusSemangat Bunda Erin. Apa pun pilihannya yang penting bunda enjoy dan anak-anak bisa terkondisikan dengan baik. Saya malah salut dengan ibu bekerja tapi masih mampu dan maksimal dalam mendidik anak-anaknya.
Hapusselalu salut dengan working mom, kalaupun berhenti ngantor alasannya gak jauh dari anak menurut saya itu bukan sesuatu yang salah atau pilihan buruk, karena kalau mereka dah dewasa pasti sibuk dengan kegiatan mereka dll,, hehe sok tahu ya saya
BalasHapusthanks sharingnya :)
Iya mba apa pun pilihannya, mau bekerja atau di rumah, yang penting bundanya bahagia, maka anak-anak akan terkondisikan dengan baik. Jangan sampai kita tidak bekerja malah stres, kasian anak-anak bisa jadi tempat pelampiasan. Karena anak-anak memang amanah yang kita ambil untuk kita jaga, jadi dialah prioritas utama kita dalam pengambilan keputusannya (n_n). Semangat mba dan terima kasih sudah berkenan mampir
HapusBarakallahu mbak, dari dulu pengen seperti ini..eh mo merencanakan resign malah jadinya lanjut sekolah lagi. Inilah yang terbaik dari Allah SWT bagi kita ya mbak..selalu semangat mbak :)
BalasHapusIya Bunda. Apa pun yang sudah terjadi dengan diri kita saat ini pasti yang terbaik dari Allah. Jika memang bunda bisa bekerja dan mendidik anak-anak dengan baik, why not? Semoga kita selalu dimudahkan dalam mendidik anak-anak ya, mba (n_n)
HapusI feel you, Mbak :)
BalasHapusPernah merasakan dilema yang sama saat saya masih punya 1 anak dan ingin nambah anak lagi. Suami belum mapan pula saat itu. Tapi akhirnya... Bismillah, saya resign pada pertengahan 2014. Rezeki anak kedua hadir pada Agustus 2016. Ternyata, rezeki dari Allah tetap saja mengucur bahkan lebih besar walaupun "hanya" dari satu sumber alias suami saja. Allah Maha Kaya :)
Sekarang, saya sangat menikmati hari-H ari bersama si kecil dan berusaha terus belajar menjadi penulis, blogger, dan pastinya ibu yang lebih baik. Hidup jadi semakin berwarna, mungkin seperti yang Mbak Litha rasakan :)
Setuju mbak, Allah Maha Kaya. Kalkulator Allah memang tak bisa dijangkau oleh pengetahuan manusia. Insya Allah Allah pasti menyiapkan skenario terindah buat kita ya, Mbak (n_n).
Hapus